Rabu, 02 Maret 2011

Tugas Minggu 2/3 : Perekonomian indonesia pada masa pemerintahan Indonesia Bersatu

PEREKONOMIAN INDONESIA PADA MASA PEMERINTAHAN INDONESIA BERSATU

Yunita Elityantono
1EB18 - 28210786
Universitas Gunadarma Strata - 1 Jurusan Akuntansi
  
Sejarah Singkat:

ORDE LAMA

Pada awal kemerdekaan, pembangunan ekonomi Indonesia mengarah perubahan struktur ekonomi kolonial menjadi ekonomi nasional, yang bertujuan untuk memajukan industri kecil untuk memproduksi barang pengganti impor yang pada akhirnya diharapkan mengurangi tingkat ketergantungan terhadap luar negeri.
Sistem moneter tentang perbankan khususnya bank sentral masih berjalan seperti wajarnya. Hal ini dibuktikan dengan adanya hak ekslusif untuk mencetak uang dan memegang tanggung jawab perbankan untuk memelihara stabilitas nasional. Bank Indonesia mampu menjaga tingkat kebebasan dari pengambilan keputusan politik.
Sejak tahun 1955, pembangunan ekonomi mulai meramba ke proyek-proyek besar. Hal ini dikuatkan dengan keluarnya kebijakan Rencana Pembangunan Semesta Delapan Tahun (1961). Kebijakan ini berisi rencana pendirian proyek-proyek besar dan beberapa proyek kecil untuk mendukung proyek besar tersebut. Rencana ini mencakup sektor-sektor penting dan menggunakan perhitungan modern. Namun sayangnya Rencana Pembangunan Semesta Delapan Tahun ini tidak berjalan atau dapat dikatakan gagal karena beberapa sebab seperti adanya kekurangan devisa untuk menyuplai modal serta kurangnya tenaga ahli.
Perekonomian Indonesia pada masa ini mengalami penurunan atau memburuk. Terjadinya pengeluaran besar-besaran yang bukan ditujukan untuk pembangunan dan pertumnbuhan ekonomi melainkan berupa pengeluaran militer untuk biaya konfrontasi Irian Barat, Impor beras, proyek mercusuar, dan dana bebas (dana revolusi) untuk membalas jasa teman-teman dekat dari rezim yang berkuasa. Perekonomian juga diperparah dengan terjadinya hiperinflasi yang mencapai 650%. Selain itu Indonesia mulai dikucilkan dalam pergaulan internasional dan mulai dekat dengan negara-negara komunis.


ORDE BARU

Pada masa Demokrasi Terpimpin, negara bersama aparat ekonominya mendominasi seluruh kegiatan ekonomi sehingga mematikan potensi dan kreasi unit-unit ekonomi swasta. Sehingga, pada permulaan Orde Baru program pemerintah berorientasi pada usaha penyelamatan ekonomi nasional terutama pada usaha mengendalikan tingkat inflasi, penyelamatan keuangan negara dan pengamanan kebutuhan pokok rakyat. Tindakan pemerintah ini dilakukan karena adanya kenaikan harga pada awal tahun 1966 yang menunjukkan tingkat inflasi kurang lebih 650 % setahun. Hal itu menjadi penyebab kurang lancarnya program pembangunan yang telah direncanakan pemerintah. Oleh karena itu pemerintah menempuh cara sebagai berikut.
1.     Stabilisasi dan Rehabilitasi Ekonomi
2.     Kerja Sama Luar Negeri
3.     Pembangunan Nasional

Selama masa Orde Baru terdapat 6 Pelita, yaitu :
1.      Pelita I
Dilaksanakan pada 1 April 1969 hingga 31 Maret 1974 yang menjadi landasan awal pembangunan Orde Baru. 
2.     Pelita II
                     Dilaksanakan pada tanggal 1 April 1974  hingga 31 Maret 1979. 
3.     Pelita III
                     Dilaksanakan pada tanggal 1 April 1979 hingga 31 Maret 1984.
4.     Pelita IV
                      Dilaksanakan pada tanggal 1 April 1984 hingga 31 Maret 1989
5.     Pelita V
                       Dilaksanakan pada tanggal 1 April 1989 hingga 31 Maret 1994.
               6.     Pelita VI
Dilaksanakan pada tanggal 1 April 1994 hingga 31 Maret 1999.

ORDE REFORMASI

 1 Laju Inflasi
 2. Perkembangan Moneter

PADA MASA PEMERINTAHAN INDONESIA BERSATU

            Krisis keuangan global yang bermula dari Amerika Serikat saat ini menjadi ujian bagi pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono yang genap berusia empat tahun pada 20 Oktober ini. Langkah- langkah yang diambil presiden beserta jajaran tim ekonominya untuk menghindarkan Indonesia dari dampak krisis berpengaruh terhadap citra pemerintahan. 
             Hasilnya, kinerja di semua bidang pada periode triwulan saat ini dinilai lebih baik dibandingkan dengan sebelumnya.

              Ketika usia pemerintahan menginjak 45 bulan pada Juli lalu, tantangan yang dihadapi pemerintah berpusat pada dua hal, yakni mengatasi dampak kenaikan harga-harga pangan dan bahan bakar (food and fuel). Pada saat itu citra pemerintahan, khususnya di bidang ekonomi, tidak serta-merta memburuk karena kondisi serupa juga terjadi di tingkat global. Dengan demikian, kebijakan yang ditempuh pemerintah, termasuk dengan menaikkan harga bahan bakar minyak, cukup dimaklumi oleh publik.

               Bertambah tiga bulan usia pemerintahan, bertambah pula persoalan yang dihadapi perekonomian global dan domestik. Persoalan tambahan tersebut menyangkut 3F, yaitu food, fuel, dan finance.

               Dampak dari ketiga persoalan ini, menurut Presiden Bank Dunia Robert Zoellick, dalam pembukaan pertemuan tahunan Bank Dunia-IMF pada 9 Oktober 2008 di Washington, AS, akan menghantam masyarakat miskin terutama di banyak negara berkembang, termasuk Indonesia. Masyarakat miskin tidak hanya dapat jatuh ke jurang yang lebih dalam, tetapi juga membuat mereka tidak bisa keluar dari keadaannya.

                 Melalui jajak pendapat triwulanan yang dilakukan Litbang Kompas untuk mengevaluasi kinerja pemerintahan Presiden Yudhoyono pada 15-17 Oktober lalu, tampak bahwa citra pemerintahan Presiden Yudhoyono di masa krisis ini justru membaik. Jika pada usia 45 bulan citra baik pemerintahan hanya dinyatakan oleh 47,8 persen responden, kali ini meningkat menjadi 66,5 persen.

                  Langkah presiden dalam memimpin kabinetnya dianggap sudah baik. Sebagian besar responden atau 62,7 persen dari total 1.235 responden puas dengan kepemimpinan Presiden Yudhoyono.

Pemerintah sigap

                   Penilaian positif sedikit banyak dipengaruhi oleh kesigapan pemerintah dalam mengantisipasi dampak krisis keuangan global agar tidak memukul perekonomian Indonesia lebih dalam. Seminggu sebelum pelaksanaan jajak pendapat, ketika pasar bursa global dan Indonesia rontok, pemerintah langsung menghentikan perdagangan saham di Bursa Efek Indonesia.

                    Langkah ini dinilai efektif karena indeks harga saham gabungan pada hari itu melorot hingga 10,38 persen. Kondisi ini terburuk sejak awal September 2006. Selang dua hari sesudahnya, rupiah juga meluncur hingga menembus Rp 10.000 terhadap dollar AS.

                     Sebelumnya, sepuluh perintah kepada rakyat sudah disampaikan presiden untuk menghadapi dampak krisis global. Selain menyangkut fundamental moneter dan makroekonomi, perintah juga terkait dengan faktor nonteknis, seperti mengajak semua pihak untuk optimistis, bersatu, dan bersinergi, serta cerdas untuk menangkap peluang perdagangan dan kerja sama ekonomi.

                       Kebijakan moneter yang diambil, misalnya, menaikkan tingkat suku bunga (tatkala banyak negara lainnya justru menurunkan suku bunga) dan meningkatkan penjaminan dana nasabah bank dari semula Rp 100 juta per nasabah menjadi Rp 2 miliar per nasabah.

                       Minggu lalu juga terbit Perpu Nomor 4 Tahun 2008 tentang Jaringan Pengaman Sistem Keuangan. Aturan ini menambah lengkap upaya untuk menghadapi krisis keuangan yang bersifat sistemik. Langkah-langkah ini cukup menenangkan pasar, meredakan kepanikan. Ini juga mengesankan pemerintah antisipatif terhadap tekanan krisis.

                         Secara umum, responden yang menyatakan puas terhadap upaya pemerintahan Presiden Yudhoyono dalam memperbaiki perekonomian Indonesia meningkat, dari 31,3 persen pada tiga bulan sebelumnya menjadi 46,8 persen.

                         Duet Menteri Keuangan sekaligus Pelaksana Jabatan Menko Perekonomian Sri Mulyani Indrawati dan Gubernur Bank Indonesia Boediono menjadi tokoh kunci dalam meredam dampak gejolak krisis di Tanah Air. Responden (57,3 persen) yakin, kondisi perekonomian selama satu tahun sisa pemerintahan ini akan tetap stabil.
"sumber http://www.indonesia.go.id/id/index.php/content/view/www.bengkulu.go.id/index.php?option=com_content&task=view&id=8557&Itemid=701"








Tidak ada komentar:

Posting Komentar